DPC Akjii Mojokerto dan Tim Jurnalis Swaradharma |
Diskusi tentang Suku Tengger sudah ada di Lereng Gunung Bromo Sejak Tahun 851 Caka pada masa itu. Eksotisme serta Keindahan Lereng Gunung Bromo nyaris tidak bisa terbantahkan sampai saat ini, tidaklah salah jika menjadi salah satu andalan Destinasi Wisata Jawa Timur. Peran serta Pemprov Jatim dalam mempropagandakan paket wisata melalui Dispora Jatim cukup terukur agar supaya bisa mendongkrak sumber Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Namun sangat prihatin masih belum diimbangi tambahan Literasi serta bagaimana Eksitensi keveradaan Suku Tengger sebagai penghuni awal Lereng Gunung Bromo.
Desa Ngadiwono merupakan desa yang terletak di Lereng Gunung Bromo,desa dengan basis Suku Tengger dimana, pandangan desa ini terlihat banyak bercocok tanam Kentang,wortel serta gubis dengan panen yang melimpah dari masyarakat tersebut.
Penduduk Desa Ngadiwono yang memiliki Umat sekitar 2000 orang serta 80 prosen memeluk Agama Hindu Dharma dan juga memiliki 7 Pura sebagai tempat persembahyangan. Termasuk sebagai Romo Pujo Pramono pemuka Adat dan Hindu Desa Ngadiwono
Romo Pandito Puja Pramana |
“Pada masa Kerajaan Majapahit Masyarakat Tengger ini dipercaya oleh pihak Kerajaan untuk melaksanakan Upacara-upacara kusus untuk ketentraman serta kedamaian di seluruh wilayah kerajaan Majapahit,jadi kurang tepat kalau ada anggapan bahwa Masyarakat Tengger itu pelarian dari Kerajaan Majapahit setelah runtuh lalu membentuk Masyarakat Tengger. Mungkin saja para Perwira serta Masyarakat Majapahit berjalan ke Puncak Gunung Bromo melakukan Persembahyangan karena Gunung Bromo dianggap tempatnya para Brahmana yang sekaligus adalah tanah Leluhur Majapahit“. Sambung Romo Pujo.
0 Comments