Welcome to Akjii adalah singkatan dari Aliansi Kajian Jurnalis Independen Indonesia. AKJII merupakan organisasi profesi wartawan.

DPC AKJII Kab. Mojokerto Berkunjung Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo Sejak Tahun 851 Caka

 

DPC Akjii Mojokerto dan Tim Jurnalis Swaradharma


AKJII JATIM - Kami DPC Akjii Mojokerto dan Tim Jurnalis Swaradharma serta keluarga. Berkunjung di Pura Tunggul Adisari tepatnya desa Ngadiwono Kab Pasuruan menyambung tali silaturahmi kediaman Romo Pandito Puja Pramana. Pada hari Minggu, 31 Maret 2024.


Diskusi tentang Suku Tengger sudah ada di Lereng Gunung Bromo Sejak Tahun 851 Caka pada masa itu. Eksotisme serta Keindahan Lereng Gunung Bromo nyaris tidak bisa terbantahkan sampai saat ini, tidaklah salah jika menjadi salah satu andalan Destinasi Wisata Jawa Timur. Peran serta Pemprov Jatim dalam mempropagandakan paket wisata melalui Dispora Jatim cukup terukur agar supaya bisa mendongkrak sumber Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Namun sangat prihatin masih belum diimbangi tambahan Literasi serta bagaimana Eksitensi keveradaan Suku Tengger sebagai penghuni awal Lereng Gunung Bromo. 


Desa Ngadiwono merupakan desa yang terletak di Lereng Gunung Bromo,desa dengan basis Suku Tengger dimana, pandangan desa ini terlihat banyak bercocok tanam Kentang,wortel serta gubis dengan panen yang melimpah dari masyarakat tersebut.


Penduduk Desa Ngadiwono yang memiliki Umat sekitar 2000 orang serta 80 prosen memeluk Agama Hindu Dharma dan juga memiliki 7 Pura sebagai tempat persembahyangan. Termasuk sebagai Romo Pujo Pramono pemuka Adat dan Hindu Desa Ngadiwono 

Romo Pandito Puja Pramana


Romo mempaparkan tentang melalui Proses Abhiseka oleh Begawan Dwi Jati 10 tahun pada masa itu. Wilayah Gunung Bromo merupakan memiliki masyarakat yang namanya Suku Tengger dan Suku Tengger itu sudah ada pada Tahun 851 Caka,dan itu bisa dilihat pada Prasasti  Muncang serta Linggan sitan yang saat kini tersimpan di Museum Mpu Parwa di Malang. Suku Tengger waktu itu, masih bernama Suku HULUN YANG dan mengandung arti Masyarakat yang sangat patuh pada Raja dan Para Dewa, Tanahnya kala itu masih bernama HILA HILA atau juga disebut Tanah Suci dan itu juga tertera didalam Prasasti WALANDIT. Dalam Prasasti WALANDIT menyebutkan bahwa Masyarakat Tengger dibebaskan dari TETILEM atau bebas kena pajak,karena Masyarakatnya terdiri dari para Brahmana"


“Pada masa Kerajaan Majapahit Masyarakat Tengger ini dipercaya oleh pihak Kerajaan untuk melaksanakan Upacara-upacara kusus untuk ketentraman serta kedamaian di seluruh wilayah kerajaan Majapahit,jadi kurang tepat kalau ada anggapan bahwa Masyarakat Tengger itu pelarian dari Kerajaan Majapahit setelah runtuh lalu membentuk Masyarakat Tengger. Mungkin saja para Perwira serta Masyarakat Majapahit berjalan ke Puncak Gunung Bromo melakukan Persembahyangan karena Gunung Bromo dianggap tempatnya para Brahmana yang sekaligus adalah tanah Leluhur Majapahit“. Sambung Romo Pujo.

0 Comments